Iklan

SEO
Senin, 28 Oktober 2019, 28.10.19 WIB
Last Updated 2022-06-12T15:49:07Z
Berita-TerkiniNasionalPolitik

Terima Surat Penetapan Eksekusi, Choirul Anam Mengaku Difitnah, Ada Yang Akan Menghancurkan PKB

Iklan
SurabayaPos.com - Choirul Anam pendiri dan juga senior Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jawa Timur mengaku kecewa, kemudian membeber kronologis peristiwa yang tengah dihadapi. Choirul Anam atau akrab dengan sapaan Cak Anam (CA), menceritakan kekesalan dan rasa kecewanya saat muncul surat pemberitahuan dari Polrestabes Surabaya Nomor B/4279/X/OPS.4.5/2019 tertanggal 25 Oktober 2019, ditandatangani AKBP Leonardus Simarmata, atas nama Kapolrestabes Surabaya.


Surat dengan kode klarifikasi biasa itu, mengundang alamat yang tertera ke Ruang Rapat Sat Binmas Polrestabes Surabaya, pada Senin 28 Oktober 2019, jam 13.00 WIB. 

Dalam surat itu tercantum, soal sosialisasi pra eksekusi sebidang tanah dan bangunan yang berdiri diatasnya berdasarkan surat persetujuan Nomor 024/VIII/YKP/SP/2000 tanggal 20 Agustus 2000, yang terletak di Kelurahan Menanggal, Kecamatan Gayungan, Surabaya atau Persil di Jalan Gayungsari Timur VIII - IX, Surabaya (Menanggal Blok MG.R), seluas 3.819 M2. 

Terkait itu, CA telah mengutus kuasa hukum dan adik kandungnya untuk memberikan klarifikasi. CA mengatakan sangat menghormati langkah yang dilakukan oleh Polrestabes Surabaya, untuk menjaga kondusifitas wilayah Kota Surabaya. Namun, dia juga kembali menegaskan tidak bisa menyembunyikan kemarahannya. 

"Saya hormat dan mengapresiasi Kapolrestabes Surabaya, yang dalam suratnya menyebut dalam rangka menciptakan kondusifitas Kota Surabaya," kata CA mengawali kalimatnya, di Graha Astranawa Surabaya, Senin (28/10/2019).

Dia menyebut, sejak tahun 2006 dirinya diusik oleh pihak-pihak tertentu dari internal partai, yang seakan memposisikan dirinya sebagai orang yang menguasai aset partai. Padahal, lanjut CA itu tidak benar karena memang dia sebagai pemilik sah, sambil menunjukkan sejumlah berkas kepemilikan tanah.

"Ini tidak benar, mereka menganggap aset tanah ini milik partai (PKB). Ini tanah saya, surat kepemilikan juga jelas, silahkan dilihat," kata CA sambil menunjukkan foto copy Surat Tanda Hak Milik (STHM).

Dibeberkan, yang dituangkan di surat tersebut dengan menyebut Nomor 024/VIII/YKP/SP/2000 bukan objek tanah yang ada di Gayungan (sekarang berdiri Gedung Astranawa), melainkan di Rungkut. 

"Jadi tidak benar jika obyek ini yang dimaksudkan, salah alamat. Kalau mau menggugat, gugat yang disana (Rungkut) atau ke YKP (Yayasan Kas Pembangunan) Surabaya," tegasnya. 

CA juga membeber kalau namanya terus difitnah. 

"Tanah ini saya miliki satu tahun sebelum PKB lahir. Saya ini perintis, pembentuk berdirinya PKB Jatim, jadi bukan sekedar ketua. Sampai dua kali pemilu tahun 1999 dan 2004 PKB sukses sebagai pemenang. Di DPRD 32 kursi, DPR RI 28 kursi, di DPRD seluruh Jatim sampai 500-an, meraup suara 7 juta lebih, ndak pakai uang. PKB jadi partai terbesar ketiga setelah PDIP dan Golkar, kemudian Gus Dur (KH Abdurrahman Wahid) jadi Presiden RI. Sejak itu, saya terus difitnah macam-macam dan diadu dengan Gus Dur. Katanya, saya membuat kerajaan sendiri. Sampeyan saya kasih tau, dulu itu PKB nyewa di Jalan Musi, kemudian karena saya ketua, saya tarik saya beri dua ruangan, tidak pakai sewa hanya listrik bayar sendiri. PKB sukses luar biasa sampai tingkat nasional. Dan, saya terus difitnah sampai saya dipanggil Gus Dur. 'Onok ngene Cak, Arek-arek PKB ngadep aku' gitu katanya Gus Dur. Tetapi Gus Dur tidak percaya, ini jelas, bagian kawan-kawan yang ingin menghancurkan PKB," beber CA dengan serius. 

Saat membeber sejarah kepemilikan aset tanah miliknya, kuasa hukum dan adiknya muncul, yang kemudian oleh CA ikut disampaikan hasil yang didapat oleh mereka, hasil klarifikasi dan mediasi. 



"Nah, ini hasilnya," katanya sambil membuka lembaran kertas berisi 'Resume Sosialisasi Pra Eksekusi'. Isinya, dengan dasar Penetapan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya Nomor 20/EKS/2019/PN.Sby. Tertanggal 28 Oktober 2019, dan ditandatangani Pimpinan Sosialisasi Pra Eksekusi Kompol Slamet Sugiarto. 

Butir-butir yang tertuang,

1. Bahwa dari pihak pemohon menginginkan agar pelaksanaan eksekusi tetap dilaksanakan sesuai dengan Penetapan PN Sby Nomor 20/EKS/2019/PN.Sby. 

2. Bahwa pihak termohon menghendaki agar PN Sby menjalankan eksekusi sebagaimana perintah hakim, khususnya yaitu, 

  1. Dengan terlebih dahulu menghukum YKP Kota Surabaya, menyerahkan objek sengketa dan menerbitkan buku angsuran atas nama PKB, sebagaimana perintah point' 7 dan 8 perkara 86/Pdt.G/2016/PN.Sby.
  2. Berkaitan dengan putusan pembatalan akta 128 tanggal 28 Agustus 2000 Notaris Tantin Bintanti, menjadi kewajiban kepada pihak YKP untuk menyerahkan bukti kepemilikan berupa 4 (empat) Surat Tanda Hak Milik (STHM) dengan Nomor KA/Agr/906/HM/60. Nomor KA/Agr/984/HM/60. Nomor KA/Agr/972/HM/60. Nomor KA/Agr/949/HM/60, yang merupakan obyek perjanjian kepada Sdr Choirul Anam. e
  3. Terkait penyerahan 4 STHM obyek perjanjian termaksud point' b diatas disertakan surat keterangan resmi dari YKP Kota Surabaya, dalam kaitan perjanjian akta 128 yang telah dinyatakan batal oleh putusan Perkara 86/Pdt.G/2016/PN.Sby.
  4. Selebihnya, eseksekusi dapat dilaksanakan sebagaimana perkembangan. 

3. Berdasarkan usulan dari warga bangunan masjid tetap akan digunakan sebagaimana fungsinya dan pengelolaannya oleh warga RW 3 Menanggal, Gayungan. 

4. Apabila ada pihak lain yang merasa keberatan silahkan ajukan upaya hukum sesuai dengan prosedur hukum yang ada. 

5. Pelaksanaan eksekusi dapat dilaksanakan, bilamana ada pemberitahuan dan permohonan bantuan pengamanan dari Pengadilan Negeri Surabaya. 

Di bagian bawah lembar resume itu tertera tanda tangan, antara lain Kasat Intelkam Polrestabes Surabaya, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, Kasubag Hukum Polrestabes Surabaya, Kapolsek Gayungan, Dan Ramil Gayungan, Camat Gayungan, Lurah Menanggal, Pihak Pemohon, Pihak Termohon, RW setempat, RT setempat. 

Sementara, dihubungi terpisah kuasa hukum PKB, Otman Ralibi membenarkan adanya pertemuan di Polrestabes Surabaya, Senin 28 Oktober 2019, dia menyebut kalau pertemuan itu sosialisasi. 

"Itu sosialisasi, intinya kan akan dilaksanakan eksekusi. Bahwa itu sebenarnya jalan terakhir yang ditempuh setelah mediasi tidak terlaksana. Mediasi itukan sudah jauh sebelum sidang, dilakukan jauh-jauh hari," kata Otman. 

Bahkan kemarin mereka di-aanmaning awal sebelum eksekusi ini, pertemuan di pengadilan ya, sudah diberi tahu akan dieksekusi. Mereka bilang jangan sekaranglah, ndak enak puasa-puasa minta ditunda, ya kita tunda juga. Kan gitu, lanjutnya. 

Jadi saya kira waktu yang diberikan agar menyerahkan secara sukarela sudah diberikan kesempatan.

"Saya kira sebagai warga negara yang baik, dengan putusan pengadilan itu ya Cak Anam mematuhi kan gitu. Karena ini proses hukum yang fair, terbuka dan putusan ada pihak PKB, mengabulkan gugatannya, apa lagi? 
  
Soal tanda tangan di lembaran resume sosialisasi pra eksekusi, Otman menyebut itu bukan kesepakatan. Itu hanya sosialisasi, mediasi masing-masing memberikan pendapat, selesai, tanda tangan. 

"Itu hanya sosialisasi mau melaksanakan eksekusi," katanya.(tji)
DomaiNesia