Iklan

SEO
Kamis, 21 November 2019, 21.11.19 WIB
Last Updated 2022-06-12T15:48:46Z
Berita-TerkiniSorotan

Wacana Sertifikasi Pra Nikah, Ning Lia: "Jangan sampai ada warga negara yang dirugikan"

Iklan
SurabayaPos.com - Polemik program sertifikasi perkawinan atau sertifikat nikah melalui kursus Pra Nikah yang akan dicanangkan Kementerian Koordinator Bidang Pemberdayaan Manusia Kebudayaan (Kemenko PMK), Muhadjir Effendy, per 2020 nanti, masih mengundang polemik.


Sebelumnya, Menko PMK Muhadjir menyebut sertifikat layak kawin akan mulai diberlakukan tahun depan. Calon pengantin wajib mengikuti pelatihan diantaranya pemahaman ekonomi keluarga hingga kesehatan reproduksi, setelah menikah.

Program ini merupakan penguatan terhadap sosialisasi pernikahan yang sebelumnya dilakukan kantor urusan agama (KUA). 

"Selama ini hanya KUA dan menurut saya belum mantap," kata Muhadjir di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Kamis (14/11/2019).

Meski beberapa pihak menilai terobosan itu positif, namun penolakan masih muncul. Salah satunya adalah Aliansi Masyarakat Adat Indonesia Nusantara (AMAN). AMAN menilai wacana tersebut sulit diterapkan oleh masyarakat adat.

"Kalau itu jadi syarat administrasi maka negara berkewajiban beri akta kelahiran ke anak adat yang lahir dari hasil pernikahan adat karena pernikahan adat yang belum legal secara hukum negara," kata Staf Divisi Pembelaan Kasus, Direktorat Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM AMAN, Tommy Indyan.

Tommy menilai, negara dalam hal ini telah mengintervensi terlalu jauh hak warga negaranya.

Namun bagi pihak lainnya, seperti Majelis Ulama Indonesia, hal tersebut (pembekalan pra nikah) dirasa penting.  

"Ya setuju mau diterapkan tahun ini, saya setuju, karena memang banyak angka perceraian dan banyak juga orang masuk di kehidupan keluarga, pernikahan, tanpa bekal yang cukup," kata Ketua Komisi Dakwah MUI Cholil Nafis kepada wartawan, Minggu (17/11/2019).

Namun, Cholil mengatakan kursus pranikah itu tidak dijadikan syarat seseorang boleh menikah. 

Senada dengan MUI, Joris Lato dari lembaga pendampingan anak embun, menyampaikan bahwa kursus pra nikah memang penting, bahkan diberikannya contoh bahwa hal tersebut telah diterapkan dalam agama. 

"Di Islam ada rapak, kalau di Katolik ada Kursus Persiapan Perkawinan (KPP)," ujarnya.

Persiapan Pra Nikah 

Sementara, dihubungi terpisah, Lia Istifhama perempuan aktivis Nahdlatul Ulama dengan lugas namun tetap santun, menanggapi tentang pentingnya persiapan pra nikah. Menurutnya, hal itu sangat bagus dan bermanfaat.


"Sebagai langkah kepedulian negara, dalam hal ini pemerintah untuk menyiapkan pasangan yang akan menikah dengan kesiapan mentalnya. Saya lihat hal ini bertujuan menekan perceraian dan KDRT serta pemahaman bagaimana nantinya seorang pasangan akan menjadi ayah atau ibu bagi anak-anaknya. Sebaliknya, bagaimana kesiapan mental juga tatkala mereka belum dikaruniai anak. Nah, yang penting, kebijakan apapun, pemerintah juga harus melakukan sosialisasi yang intens," urai pemilik sapaan Ning Lia itu.

Ditambahkan, selain itu juga melihat karakter masyarakat yang tidak semuanya sama. Menurutnya, keputusan itu tidak saklek dan praktek suatu kebijakan harus adaptif tidak boleh semua disamaratakan harus sama sepenuhnya. 

"Coba diobservasi secara mendalam, dilakukan pengaplikasian secara bertahap. Parsial, sambil melihat respon masyarakat. Jangan sampai kebijakan yang baik malah jadi bumerang. Alias jangan sampai ada warga negara yang malah dirugikan. Pernikahan itu indah, jadi jangan sampai kesannya kayak dipersulit alias jadi momok. Nah, inilah yang penting. Bagaimana niat baik negara jangan sampai salah persepsi ketika diterapkan," tutup ibu dari dua anak  tersebut.(tji)
DomaiNesia