Iklan

SEO
Rabu, 04 Desember 2019, 4.12.19 WIB
Last Updated 2022-06-12T15:48:28Z
Berita-TerkiniHukrim

Sidang Hiu Kok Ming, Tidak Ada Poin. Hakim: "Lainkali hadirkan saksi yang bagus ya"

Iklan
SurabayaPos.com - Sidang lanjutan perkara dugaan penipuan sebesar Rp. 30 miliar dengan terdakwa Hiu Kok Ming, kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya.


Dalam sidang kali ini Jaksa Penuntut menghadirkan dua orang saksi, yakni  Njio Tjay Tjin alias Iskandar dan Kristono.

Njio Tjay Tjin alias Iskandar adalah makelar yang menjual tanah di Bekasi milik terdakwa Hiu Kok Min kepada Widjijono Nurhadi, sedangkan Kristiono adalah notaris yang pernah membuat akta pelepasan antara PT.  Adhi Realiti, sebagai pemilik asal atas 5 hektar di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi dengan terdakwa Hiu Kok Min.

Dalam sidang, saksi Njio Tjay Tjin alias Iskandar yang diperiksa pertama kali oleh JPU, mengatakan pada September 2011 dia disuruh oleh terdakwa untuk menjualkan tanah miliknya yang berada di daerah Kalimalang, Bekasi, dan dikatakan bahwa surat-surat tanah tersebut dalam kondisi clear and clean.

Menurut saksi, penunjukan dirinya menjadi makelar tanah tersebut disebabkan karena dia dekat dengan terdakwa sejak tahun 2002.

"Setelah itu saya keliling-keliling ke Singapura, Malaysia hingga ke Thailand untuk mencari pembeli, tapi tidak mendapatkan pembeli. Setelah itu saya minta tolong ke Pak The Dody Widodo dibantu mencarikan pembeli, lalu saya diajak Pak Dody Widodo ke kantor PT. Mutiara Langgeng dan menawarkan tanah milik terdakwa Hiu Kok Ming kepada Pak Widjijono Nurhadi, dan berhasil dia beli," ujar saksi, Iskandar. 

Dalam sidang, saksi juga mengaku setelah itu dirinya juga diminta ikut ke kantor Notaris Priyatno sebagai saksi dalam transaksi jual beli tanah di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi, antara terdakwa dengan Widjijono Nurhadi. 

"Namun jual beli tersebut sempat akan dibatalkan oleh Widjijono Nurhadi, sebab surat-suratnya belum selesai. Tapi setelah terdakwa memberikan jaminan 5 sertifikat ditambah cover notes dari notaris, akhirnya akta jual beli ditandatangani. Di akta itu terdakwa berjanji akan menyelesaikan sertifikatnya dalam jangka waktu 6 bulan, dan jika belum selesai akan dikenai denda 10 juta perhari," terang saksi.

Dalam meja persidangan, Sudiman Sidabuke, sebagai pengacara terdakwa sempat bertanya kepada saksi, apakah dirinya pernah mendapatkan komisi dalam jual beli tersebut? saksi menjawab, sebagai perantara jual beli, sampai saat ini dirinya belum mendapatkan komisi.

Ditanya lagi oleh Sudiman, apakah saksi pernah menerima uang Rp 520 juta dari terdakwa untuk pengurusan surat-surat tanah di BPN Bekasi? Saksi menjawab kalau uang sebanyak Rp 520 juta tersebut bukan diperuntukan sebagai biaya pengurusan sertifikat. Melainkan sebagai biaya operasional untuk dirinya mencari pembeli kemana-mana, bahkan sampai ke Singapura dan Thailand.

Mendengar jawaban seperti itu, Sudiman pun menganggap aneh, kalau uang 520 juta hanya dipakai saksi sebagai biaya operasional mencari pembeli semata. Sebaliknya Sudiman tetap berkeyakinan kalau uang Rp 520 juta tersebut diberikan oleh terdakwa sebagai biaya pengurusan sertifikat di BPN Bekasi. 

"Rasanya sangat aneh kalau uang Rp 520 juta, hanya dipakai untuk mempertemukan terdakwa dengan The Doddy Widodo dan Widjijono Nurhadi, dan bukan sebagai biaya untuk pengurusan sertifikat. Makanya kami tidak heran kalau saudara pernah dipidana 2 tahun penjara akibat menggelapkan uang terdakwa," celetuk Sudiman Sidabuke. 

Usai persidangan, Sidabuke menganggap bahwa saksi-saksi yang dihadirkan tidak ada poin.

"Kami tidak menemukan poin sama sekali. Sekali lagi saya katakan, ini sidang perdana cuma kok larinya ke pidana," ujarnya.

Bahkan, hakim anggota sempat mengatakan pada jaksa agar membawa saksi yang berkompeten.

"Lain kali bawa saksi-saksi yang bagus ya. Jangan saksi remeh." celetuknya.

Untuk diketahui, sengketa tanah ini terjadi ketika Hiu Kok Ming menjual sebidang tanah seluas lebih kurang 5 hektar kepada pelapor Widjijono Nurhadi di Desa Lambangsari, Kecamatan Tambun, Kabupaten Bekasi.

Di kemudian hari, ternyata tanah 5 hektar di Bekasi tersebut belum sah menjadi milik terlapor karena terkendala belum keluarnya sertifikat dari BPN.(tji)
DomaiNesia