Iklan
Sampang - Pemotongan Bantuan Sosial Stimulus untuk warga terdampak Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) melalui anggaran Dana Desa atau BLT-DD di Desa Banjar Talela, Camplong, Sampang, Madura, Jawa Timur, tampaknya tidak mendasar disebabkan Kepala Desa (Kades) setempat mengaku malah kecolongan.
Terbukti, besaran BLT-DD yang semestinya diterima Keluarga Penerima Manfaat (KPM) terdampak Covid-19 yaitu senilai Rp 600 ribu, kemudian dipotong sebesar Rp 400 ribu. Sehingga KPM pun harus menerimanya hanya sebesar Rp 200 ribu saja. Besar penerimaan itu malah tidak diketahui oleh pihak Kades.
Pemotongan BLT-DD tersebut diakui oleh Mat Sidi selaku Kepala Dusun (Kasun) Cemkerep, Desa setempat yang disampaikan di salah satu media.
Bahkan Mat Sidi dalam media lokal tersebut menyampaikan permohonan maaf atas kesalahannya setelah mengakui melakukan pemotongan bagi masyarakat terdampak. Berdasarkan pengakuannya, Mat Sidi melakukan pemotongan semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat yang dianggap terdampak wabah virus Covid-19 karena dianggapnya sebagi pemerataan.
“Mulanya memang saya kumpulkan para KPM BLT-DD di dusun saya, agar sama-sama memikirkan tetangganya yang tidak terdata, tetapi juga membutuhkan bantuan ini. Mereka pun sepakat dan itu diberikan oleh mereka tanpa melalui saya,” aku Mat Sidi seperti yang dilansir di media PortalMerdeka.com.
Sementara Kepala Desa Banjar Talela, H. Holid saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui terjadinya pemerataan itu. Menurutnya, pihaknya telah menyerahkan sesuai ketentuan dan jumlah yang semestinya.
“Terus terang saya tidak tahu, saya telah menyalurkan sesuai aturan dan semua telah menyaksikan, kami juga tidak pernah intervensi terhadap penerima BLT-DD Ini, masalah di bawah kami memang tidak tahu,” ungkapnya.
Ketika ditanya soal sikap dan tindakan tegasnya selaku Kades, Holid berdalih telah melakukan pemanggilan terhadap kepala dusun tersebut dan meminta untuk segera menyelesaikan masalah yang ditimbulkan di bawah.
“Kami sudah panggil apelnya (perangkat desa, red) untuk segera menyelesaikan masalah tersebut. Dan alhamdulillah semua sudah dikembalikan katanya,” Singkatnya.
Menanggapi tanggapan enteng Kades itu tampaknya muncul kecaman dari Rifai selaku Sekjen LSM Lasbandra.
Dirinya menegaskan, temuan pemotongan bansos BLT-DD oleh perangkat desa di salah satu dusun, Desa Banjar Talelah ditegaskannya sudah tersampaikan jauh hari sebelum terjadi keributan di bawah kepada pihak Kades langsung. Akan tetapi, pihak Kades justru tidak meresponnya, bahkan pihak kades terkesan membiarkan perangkat desanya bermain di luar aturan.
"Dengan adanya pengembalian tersebut jelas bahwa BLT DD di Desa Banjar Talelah dikorupsi oleh Perangkat Desa. Namun oleh pihak Kades terkesan dibiarkan meski sudah dilaporkan saat itu.
Dan sekarang mungkin karena sudah disomasi dan beritanya menjadi viral, akhirnya jumlah bansos BLT-DD yang sempat terpotong oleh perangkat desa itu dikembalikan. Coba mungkin tidak viral di pemberitaan, tindakan korupsi BLT-DD akan benar-benar terjadi di Sampang karena warga akan menerima hanya sebesar Rp 200 ribu saja yang semestinya harus mendapat Rp 600 ribu," tudingnya. (Tim/Red)
Terbukti, besaran BLT-DD yang semestinya diterima Keluarga Penerima Manfaat (KPM) terdampak Covid-19 yaitu senilai Rp 600 ribu, kemudian dipotong sebesar Rp 400 ribu. Sehingga KPM pun harus menerimanya hanya sebesar Rp 200 ribu saja. Besar penerimaan itu malah tidak diketahui oleh pihak Kades.
Pemotongan BLT-DD tersebut diakui oleh Mat Sidi selaku Kepala Dusun (Kasun) Cemkerep, Desa setempat yang disampaikan di salah satu media.
Bahkan Mat Sidi dalam media lokal tersebut menyampaikan permohonan maaf atas kesalahannya setelah mengakui melakukan pemotongan bagi masyarakat terdampak. Berdasarkan pengakuannya, Mat Sidi melakukan pemotongan semata-mata hanya untuk kepentingan masyarakat yang dianggap terdampak wabah virus Covid-19 karena dianggapnya sebagi pemerataan.
“Mulanya memang saya kumpulkan para KPM BLT-DD di dusun saya, agar sama-sama memikirkan tetangganya yang tidak terdata, tetapi juga membutuhkan bantuan ini. Mereka pun sepakat dan itu diberikan oleh mereka tanpa melalui saya,” aku Mat Sidi seperti yang dilansir di media PortalMerdeka.com.
Sementara Kepala Desa Banjar Talela, H. Holid saat dikonfirmasi mengaku tidak mengetahui terjadinya pemerataan itu. Menurutnya, pihaknya telah menyerahkan sesuai ketentuan dan jumlah yang semestinya.
“Terus terang saya tidak tahu, saya telah menyalurkan sesuai aturan dan semua telah menyaksikan, kami juga tidak pernah intervensi terhadap penerima BLT-DD Ini, masalah di bawah kami memang tidak tahu,” ungkapnya.
Ketika ditanya soal sikap dan tindakan tegasnya selaku Kades, Holid berdalih telah melakukan pemanggilan terhadap kepala dusun tersebut dan meminta untuk segera menyelesaikan masalah yang ditimbulkan di bawah.
“Kami sudah panggil apelnya (perangkat desa, red) untuk segera menyelesaikan masalah tersebut. Dan alhamdulillah semua sudah dikembalikan katanya,” Singkatnya.
Menanggapi tanggapan enteng Kades itu tampaknya muncul kecaman dari Rifai selaku Sekjen LSM Lasbandra.
Dirinya menegaskan, temuan pemotongan bansos BLT-DD oleh perangkat desa di salah satu dusun, Desa Banjar Talelah ditegaskannya sudah tersampaikan jauh hari sebelum terjadi keributan di bawah kepada pihak Kades langsung. Akan tetapi, pihak Kades justru tidak meresponnya, bahkan pihak kades terkesan membiarkan perangkat desanya bermain di luar aturan.
"Dengan adanya pengembalian tersebut jelas bahwa BLT DD di Desa Banjar Talelah dikorupsi oleh Perangkat Desa. Namun oleh pihak Kades terkesan dibiarkan meski sudah dilaporkan saat itu.
Dan sekarang mungkin karena sudah disomasi dan beritanya menjadi viral, akhirnya jumlah bansos BLT-DD yang sempat terpotong oleh perangkat desa itu dikembalikan. Coba mungkin tidak viral di pemberitaan, tindakan korupsi BLT-DD akan benar-benar terjadi di Sampang karena warga akan menerima hanya sebesar Rp 200 ribu saja yang semestinya harus mendapat Rp 600 ribu," tudingnya. (Tim/Red)