Iklan

SEO
Senin, 01 Juni 2020, 1.6.20 WIB
Last Updated 2022-06-12T15:46:57Z
Berita-TerkiniBeritaWargaInternasional

Virus corona di AS: 'Pembantaian' di Navajo Nation, teritori masyarakat adat dengan jumlah kasus Covid-19 per kapita tertinggi di Amerika

Iklan
Banyak orang Navajo hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak memiliki akses terhadap air minum
Foto: Banyak orang Navajo hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak memiliki akses terhadap air minum
Ketika Marie Hoskie pertama kali mendengar kabar tentang virus corona dari siaran radio di Navajo Nation, penampungan masyarakat adat terbesar di Amerika Serikat, dia tercekat.
Bukan karena virus itu sendiri, tuturnya, tapi karena panduan tentang bagaimana menghindari virus tersebut.
"Mereka mengatakan kita harus mencuci tangan selama 20 detik. Tapi bagaimana saya bisa melakukannya jika saya sendiri tidak memiliki air bersih untuk minum dan memasak?," tuturnya kepada BBC.
Hoskie tinggal di Monument Valley, salah satu tempat tinggal masyarakat adat Navajo yang baru-baru ini terdampak Covid-19.

Perjalanan panjang mencari air bersih

Kematian akibat virus corona di AS mencapai 105.000 orang pada 31 Mei dan Navajo Nation - sebuah teritori seluas 71.000 kilometer persegi yang membentang dari Arizona, Utah dan New Mexico - kini telah menggantikan New York sebagai area dengan kasus virus corona per kapita terbanyak di negara itu.


Navajo Native American in ceremonial clothesHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionNavajo adalah masyarakat adat dengan jumlah terbanyak di Amerika Serikat

Penyakit ini telah menginfeksi sedikitnya 2,3% dari 174.000 orang Navajo yang tinggal di teritori tersebut, dibandingkan dengan angka 1,8% di New York.
Hoskie, sama seperti banyak orang sepertinya di komunitasnya, harus berkendara sejauh 30 km beberapa kali tiap pekan untuk mencari sumber air bersih.
Dia bukan satu-satunya orang yang harus melalui itu. Hampir 40% orang Navajo yang tinggal di penampungan itu tidak memiliki akses terhadap air bersih.
"Kini mereka berkata kepada kami bahwa kami harus tinggal di rumah. Tapi saya harus pergi keluar rumah, suka atau tidak, karena jika tidak, saya tidak memiliki air, makanan dan lainnya," ujarnya.


Navajo people collecting waterHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionHampir 40% orang Navajo yang tinggal di penampungan itu tidak memiliki akses terhadap air bersih

Jumlah kasus corona yang terjadi di Navajo Nation bahkan lebih tinggi dari jumlah kasus yang dilaporkan di seluruh negara.
Pada 25 Mei, sekitar 4.000 orang telah terinfeksi dan lebih dari 170 meninggal karena Covid-19, dari populasi sekitar 174.000, menurut data Sensus AS.
"Ada orang di sini yang kehilangan ayah, ibu, dan saudara laki-lakinya hanya dalam beberapa minggu," jelas Hoskie.
"Itu telah memukul kita dengan keras, sangat keras."

Delapan kali lebih besar dari New York

Teritori Navajo berukuran delapan kali lebih besar dari ukuran New York.
Itu adalah teritori masyarakat adat terbesar di AS - walaupun meskipun mereka hanya menempati sebagian kecil dari tanah luas yang pernah mereka miliki, setelah pemerintah AS mengambilnya dari mereka di abad ke-19.


View of the Navajo landsHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionBanyak wisatawan mengunjungi teritori Navajo yang terkenal dengan pemandangan indahnya

Meskipun mata pencaharian mereka bergantung pada pertambangan dan pengelolaan di hotel dan kasino, seperti masyarakat adat yang lain, orang-orang Navajo berjuang.
Mereka memiliki tingkat kemiskinan, penyalahgunaan narkoba, pengangguran dan kekerasan seksual yang tinggi, serta layanan kesehatan yang buruk dan perumahan yang tidak memadai.
Bahkan, menurut berbagai penelitian, jika mereka dianggap sebagai negara, mereka akan menjadi yang termiskin di antara 50 negara bagian di Amerika Serikat.
Data dari Departemen Perumahan dan Pengembangan Perkotaan mengungkapkan bahwa lebih dari sepertiga rumah Navajo penuh sesak atau kekurangan air, sanitasi dan listrik.
Itu juga merupakan tanah adat yang paling beracun: ada 521 tambang uranium yang terbengkalai dan lebih dari 1.100 situs limbah radioaktif yang mencemari air, menurut laporan dari Badan Perlindungan Lingkungan.

Apakah perayaan keagamaan berkontribusi pada penyebaran virus?



Navajo women wearing ceremonial dressesHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionAda kekhawatiran bahwa perayaan agama pada Maret lalu berkontribusi pada penyebaran virus

Pandemi di Navajo mungkin telah melonjak sebagai akibat dari perayaan keagamaan tradisional.
Selain mempraktikkan ritual leluhur mereka, suku Navajo telah dipengaruhi oleh gereja-gereja evangelis.
Kerumunan massa dari komunitas yang berbeda berkumpul untuk kebaktian di Arizona pada pertengahan Maret.
Salah satu peserta tampaknya telah terinfeksi Covid-19. Sejak itu, penyakit itu menyebar seperti api liar ke seluruh wilayah.
Tetapi Carolina Batista, seorang ahli epidemiologi dari LSM Doctors Without Borders yang telah bekerja dengan Navajo, berpandangan lain.
"Cara penyebaran penyakit begitu cepat berkaitan dengan kondisi yang sangat buruk di mana masyarakat tinggal," kata Batista kepada BBC.
Dia juga menyebutkan bahwa banyak keluarga besar Navajo tinggal di bawah satu atap, yang kontraproduktif dengan pengendalian penyebaran virus dalam reservasi.
"Di komunitas-komunitas ini kadang-kadang mereka memiliki empat generasi yang tinggal di rumah yang sama."
"Jika Anda sakit, begitu juga anggota keluarga yang lain," katanya.


Elderly NavajoHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionTinggal bersama dalam satu atap bersama beberapa keluarga lain menjadi hal yang biasa bagi masyarakat adat Navajo

Rumah sakit juga kekurangan sumber daya dan personel, tambahnya.
Batista telah bekerja di beberapa negara termiskin di dunia di tengah krisis kemanusiaan yang parah, dan dia mengatakan Navajo "memiliki banyak masalah yang dilihat oleh Doctors Without Borders di banyak negara".
"Apa yang tidak diharapkan banyak orang adalah bahwa keadaan yang lazim di negara-negara miskin di Afrika, Asia atau Amerika Latin juga dapat ditemukan di negara paling maju di dunia".

Dokter Navajo yang kembali untuk membantu

Pandemi telah menjadi masalah pribadi bagi Michelle Tom. Dia adalah salah satu dari sedikit dokter Navajo yang melayani di wilayah itu.


Michelle Tom wearing PPEHak atas fotoCOURTESY OF MICHELLE TOM
Image captionDokter Michele Tom adalah salah satu dokter Navajo yang membantu penanganan virus corona di teritori ini

"Saya bekerja di sebuah rumah sakit di Winslow, Arizona, sebuah kota kecil di perbatasan selatan Navajo Nation", kata Tom dalam sebuah wawancara dengan program radio Outlook dari BBC World Service.
Dia tidak pernah ragu akan kembali ke komunitas setelah lulus dari sekolah kedokteran.
"Saya bisa tinggal di rumah sakit lain di kota besar di mana saja, tentu saja, saya akan memiliki kondisi yang lebih baik, tetapi itu bukan pilihan bagi saya. Saya pikir itu ada hubungannya dengan cara kami tumbuh di Navajo. Anda, sebagai individu, tidak pernah menjadi yang pertama: yang pertama adalah keluarga dan komunitas Anda. "
Namun dia tidak mengira bahwa, setahun setelah kembali, dia akan memerangi pandemi global dengan sumber daya yang sangat terbatas.
"Ini adalah momen yang sangat emosional dalam hidup saya, mungkin yang paling intens yang pernah saya alami sepanjang karir saya", kata sang dokter.
"Sebagian besar pasien virus corona di rumah sakit saya adalah orang-orang yang saya kenal sejak saya masih kecil. Mereka bukan orang asing bagi saya."


Michelle TomHak atas fotoCOURTESY OF MICHELLE TOM
Image captionMichelle Tom mengatakan dia harus berpisah dari keluarganya untuk menghindari risiko infeksi

"Ini rumah saya, orang-orang ini adalah keluarga saya. Dan itu malah menambah kecemasan saya."
Tom mengatakan mereka tidak melakukan banyak tes dan hanya bisa melakukannya bagi mereka yang benar-benar sakit.
Menurutnya hanya ada 25 tempat tidur perawatan intensif untuk seluruh wilayah Navajo, sehingga banyak pasien perlu dipindahkan ke rumah sakit lain yang jauhnya ratusan mil.
"Dalam penyakit ini, waktu yang dibutuhkan untuk mendapatkan perawatan dapat membuat perbedaan antara hidup atau mati," katanya.
"Saya juga tidak memiliki peralatan pelindung untuk diri saya atau tim saya. Saya harus mulai bekerja dengan sebuah LSM untuk bisa mendapatkan beberapa."

Ketika makanan jauhnya 65 km



A car approaches a sign asking people to stay home in a Navajo communityHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionBanyak orang-orang Navajo harus bepergian jauh untuk mendapatkan pasokan kebutuhan makanan

Ketika Amber Crotty perlu berbelanja, dia melakukan perjalanan hampir 65 km ke supermarket terdekat.
Seorang anggota pemerintah di teritori Navajo, dia mengatakan kepada BBC bahwa ini adalah kenyataan bagi ribuan orang di sana.
"Kami adalah gurun makanan. Pasar swalayan sangat sedikit dan akses ke persediaan sangat sedikit."
"Ini tidak hanya membuat jarak sosial menjadi sulit, tetapi itu juga berarti kita kurang makan, jadi melawan virus mungkin lebih sulit jika kita terinfeksi," katanya.
Menurut Crotty, menemukan makanan segar di Navajo Nation bisa dibilang hampir utopia, karenanya tingginya tingkat penyakit yang terkait dengan pola makan yang buruk di antara penduduk setempat.


Navajo politician Amber Crotty in a speaking engagementHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionPolitisi Navajo Amber Crotty says mengatakan pola makan yang tidak sehat menjadi salah satu faktor penyebab banyaknya kasus virus corona di teritori Navajo

Penelitian yang dilakukan oleh Diné Community Advocacy Alliance, sebuah kelompok yang terdiri dari para ahli Navajo, mengindikasikan bahwa di seluruh teritori itu hanya ada 10 supermarket, dan 80% makanan yang tersedia di supermarket itu dianggap sebagai "makanan cepat saji"
"Itu telah menyebabkan tingginya kasus diabetes, obesitas, dan penyakit kardiovaskular."
"Ini adalah kondisi yang diketahui berdampak pada tingkat kematian virus corona," tambah Crotty.
Dia juga menyebutkan bahwa ada masalah pernapasan dan kanker yang tinggi karena aktivitas penambangan dan adanya bahan radioaktif.
"Kami memiliki tambang batu bara dan uranium, yang telah berdampak pada tubuh kami selama bertahun-tahun dan telah melemahkan respons kami terhadap virus," katanya.
Menurut angka resmi, hampir seperempat penduduk wilayah Navajo menderita diabetes, sementara 10% memiliki penyakit kardiovaskular dan hampir setengah dari total populasi mengalami obesitas.


Elderly Navajo woman receiving medical attentionHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionRibuan anggota suku Navajo hanya bisa berbicara bahasa Navajo, yang membuat kampanye pencegahan pandemi menjadi kian sulit

"Di banyak negara virus corona kebanyakan membunuh orang tua, tetapi di sini mereka yang berusia 55 hingga 65 tahun juga terkena dampak yang parah," kata Crotty.
"Kami tidak hanya memiliki banyak kasus, tetapi juga tingkat kematian yang tinggi."
Salah satu ketakutan terbesar di antara komunitas Navajo adalah para tetua mereka, yang dianggap suci dan bijaksana dalam tradisi mereka.
Beberapa mungkin tidak memiliki kemampuan untuk memahami apa yang terjadi. Sebuah penelitian yang diterbitkan pada tahun 2016 menunjukkan bahwa setidaknya ada 7.000 penutur bahasa Navajo yang tidak bisa berbahasa lain.
"Butuh waktu dan keahlian untuk menerjemahkan berbagai hal ke dalam bahasa Navajo," kata Crotty.
"Beberapa orang mungkin pernah mendengar di radio tentang Covid-19".
Navajo menyebutnya "Dikos Ntsaaígíí-Náhást'éíts'áadah", yang secara harfiah berarti "penyakit batuk hebat 19".
"Kami menjelaskan kepada mereka bahwa itu mempengaruhi paru-paru, bahwa mereka akan mengalami kesulitan bernafas, mereka akan batuk dan demam."
"Kita harus menjelaskan setiap detail karena kalau tidak mereka tidak mengerti apa yang kita bicarakan."

"Pembantaian"



A Navajo woman weavers while another one watchesHak atas fotoGETTY IMAGES
Image captionPerhatian terhadap suku Navajo tidak menjadi prioritas pemerintah AS selama bebebarapa dekade terakhir, ujar pakar

Allison Barlow, direktur Johns Hopkins Center for American Indian Health, meyakini bahwa situasi sosial di teritori Navajo menciptakan "badai sempurna" bagi pandemi untuk menciptakan "pembantaian", begitu ia menyebutnya.
"Apa yang kita lihat hari ini adalah hasil dari sistem yang gagal dan disfungsional yang telah rusak selama beberapa generasi," katanya kepada BBC.
Menurut ahli, krisis dalam reservasi adat disebabkan "oleh kelambanan pemerintah federal, yang selama bertahun-tahun tidak menghormati kondisi perjanjian dengan negara-negara ini".
Setelah menyita tanah yang diduduki suku-suku ini pada abad ke-19, otoritas Amerika menjanjikan perlakuan khusus kepada anggota kelompok adat.
Pemerintah menandatangani kesepakatan dengan orang-orang Navajo, yang menjamin kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial mereka, di antara layanan-layanan lainnya.
"Dalam praktiknya, pemerintah federal selalu gagal mendanai dan mendukung program-program ini secara memadai," kata Barlow.
"Tidak masalah apakah ada Partai Republik atau Demokrat di Gedung Putih."
"Dari generasi ke generasi, Navajo telah menghadapi tekanan kurangnya sumber daya, infrastruktur yang tidak memadai, kurangnya listrik atau akses internet," tambah ahli.
"Covid-19 hanya mengedepankan sistem yang rusak di mana pemerintah AS telah memaksa Navajo untuk tinggal."
BBC menghubungi Biro Urusan Indian, badan pemerintah AS yang bertanggung jawab atas administrasi pemesanan, tetapi tidak mendapat tanggapan.

Source: bbcindonesia
DomaiNesia